Rabu, 27 Agustus 2008

Tata Krama dan sopan santun menghadapi Al-Quran (lanjutan 4)

14. Berhenti sejenak pada ayat-ayat yang dianggap perlu untuk ditadabburkan, memahami maknanya dan mengenal hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya, memperhatikan ilmu dan pengetahuan, pelajaran-pelajaran dan petunjuk-petunjuknya. Karena hal tersebut merupakan tujuan dari membaca Al-Quran, dan tidak akan bermanfaat tilawah jika tidak diiringi tadabbur ? tidak melahirkan pemahaman ? dan tidak memberikan kebaikan ?

15. Hanyut dan terpengaruh dengan ayat-ayat yang sesuai dengan tema dan alurnya, bergenbira saat membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan kabar gembira, harapan dan cita-cita, sedih dan menangis saat mendapatkan ayat tentang peringatan, ancaman dan kecaman, senang ketika membaca ayat-ayat tentang ni’mat, takut dan khawatir saat melintasi ayat tentang azab, merenungi diri saat menemui ayat berkenaan dengan sifat-sifat orang beriman agar berusaha melengkapi diri dari kekurangan. Dan ayat-ayat tentang sifat orang-orang kafir agar berusaha untuk menghindar dan menjauhinya. Membuka seluruh indranya ketika membaca ayat tentang perintah, kewajiban –taklif- rabbani untuk bisa diamalkan, dan terhadap larangan dan hal-hal yang haram agar bisa dijauhkan.

Jika membaca ayat tentang kenikmatan dia berharap kepada Allah menjadi pemiliknya, jika membaca ayat tentang azab memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhi darinya, dan menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan Al-Quran, mengamalkan segala perintah dn taklif –kewajiban, berlepas diri dari kekufuran dan sifat-sifatnya, pakewuh terhadap orang –orang beriman dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.

16. Pembaca hendaknya merasa bahwa dirinyalah seakan yang diajak bicara –objek- dari ayat yang dibacanya, dia yang diberikan atas taklifat –kewajiban-, menghidupkan perasaan ini, mencari hasil-hasil dan pengaruhnya terhadap dirinya dan persendiannya. Karena itu, boleh berhenti lama saat berhadapan dengan ayat tentang apa yang di minta dan dilarang. Berhenti sejenak saat membaca ayat yang berbunyi : “Wahai orang-orang yang beriman” “Wahai sekalian manusia” “Wahai manusia” membuka celah-celah hatinya untuk dapat menerima, berinteraksi dan memenuhi panggilan, karena setelah seruan tersebut bisa berupa perintah yang harus dilaksanakan atau larangan tentang yang harus dijauhi, atau celaan yang harus diperhatikan atau peringatan yang harus dijadikan pelajaran, atau taujih –arahan- menuju kebaikan dan hidayah yang harus diraih segera.

17. Menghindarkan diri dari tembok yang dapat menghalangi untuk memahami dan mentadabburkan Al-Quran, seperti bertolak belakangnya adab dan kaedah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena jika terjadi pencampuaran dengan yang bertentangan maka muncul hijab yang dapat menutupi antara si pembaca dan Al-Quran itu sendiri, penutup tirai yang tebal yang dapat menutupi cahaya Al-Quran dan petunjuknya.

18. Bagi yang mendengar dan mentadabburkan Al-Quran terhadap bacaan orang lain atau di dengar melalui radio atau kaset rekaman, hendaknya juga memperhatikan etika dan adab-adab yang telah disebutkan, lebih giat lagi untuk mendengarkannya, berdiam diri, tadabbur dan talaqqi, jangan membuka kedua telinga saja namun juga membuka segala celah-celahnya seperti talaqqi, interaksi di dalam dirinya, baik indra dan perasaan, khusyu’ dalam mendengarkannya, terutama yang terkait dengan arahan Rabbani yang lurus sesuai dengan Firman Allah SWT : “Dan Apabila dibacakan ayat-ayat Al-Quran maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian dirahmati”. (Al-A’rof : 204) (sumber Al-Ikhwan.net)

Tidak ada komentar: